Rabu, 15 Desember 2010

Mengikis Kesenjangan

Rumah Reyot Itu Kini Jadi Bagus

Saya sangat senang membaca berita di Kompas.com. Rumah Mulyadi, warga Kelurahan Cikaret, Bogor Selatan tak jadi roboh setelah di renovasi. Rumah Mulyadi terkena target operasi program Renovasi Rumah Tak Layak Huni yang diadakan Kelurahan dan Korem setempat.

Saya mengacungkan dua jempol tangan saya untuk Kelurahan dan Korem yang melaksanakan program itu. Inilah model aparat pemerintah yang ideal, peduli pada ketidakmampuan rakyatnya. Kabarnya program ini sudah dijalankan sejak 2005 yang lalu dan sudah 152 rumah yang direnovasi.

Meski sebagian besar dana renovasi berasal dari swadaya masyarakat, namun kecerdikan aparat kelurahan menyerap dana APBD dan APBN melalui PNPM adalah hal lain yang juga patut dipuji.

Kini Mulyadi dan warga Cikaret bisa hidup tenang di rumahnya yang baru tanpa ada rasa was-was rumahnya akan roboh. Tak terbayang di benak Mulyadi untuk merenovasi rumahnya dengan biaya sendiri. Jangankan untuk itu, untuk makan sehari-hari saja pas-pasan.

Akhirnya ketidakmampuan itu hilang dengan kepedulian masyarakat sekitar. Saya teringat dengan tetangga saya yang pulang kampung. Puluhan tahun yang lalu, tetanggaku itu merantau ke Jakarta. Rupanya, waktu selama itu tak merubah nasibnya.

Kali ini ia pulang, tapi bingung mau tinggal dimana. Untuk sementara, ia tinggal bersama adiknya. Tapi tak baik terus bergantung begitu. Adiknya itu sudah punya kehidupn sendiri, dan tak termasuk keluarga berpunya juga.

Setelah berembuk antar warga se-RT, dicapailah kesepakatan untuk membangunkan sebuah rumah untuknya. Tanahnya pinjam, bahan-bahannya sumbangan, dan tenaganya gotong royong seluruh warga. Jadilah sebuah rumah sederhana untuknya. Untuk hidup sehari-hari, ia menganyam bambu.

Begitulah. Dalam kehidupan ini pasti ada orang-orang yang mampu dan tak mampu. Perbedaan keduanya bisa menjadi masalah yang serius jika sudah terjadi kesenjangan, ada perbedaannya yang terlalu besar antar keduanya. Disitulah masing-masing dituntut untuk melaksanakan perannya masing-masing agar kesenjangan itu bisa diatasi.

Bagi yang mampu, celingak-celinguk melihat lingkungan sekitarnya, adakah saudaranya yang tak mampu? Kalau ada, segera dibantu. Bagi yang tak mampu bukan lantas meratapi nasib sambil menunggu belas kasih dari saudaranya yang mampu. Seperti Mulyadi yang menjadi tukang parkir, mereka tetap harus berusaha mengatasi ketidakmampuannya, malu kalau harus meminta-minta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar